Di dasar mesjid terdapat saluran satelit yang terkenal di dunia internasional, mengudara sejak 1992 - Muslim Television Ahmadiyya (MTA). MTA hampir seluruhnya diselenggarakan oleh sukarelawan yang berasal dari komunitas Ahmadiyah
***
Di pedalaman selatan London, kubah hijau pucat dari sebuah mesjid nampak jelas, sekilas nampak tak kongruen, diatas bagian dari sebuah restoran tak bernama dan bergaya semi Tudor. Di dasar mesjid terdapat saluran satelit yang terkenal di dunia internasional, mengudara sejak 1992, namun bila anda bukan anggota gerakan Ahmadiyah- sebuah gerakan Islam yang kontroversial yang menggemakan perdamaian, toleransi dan percaya bahwa Al Masih telah datang di abad ke 19- maka mungkin anda belum pernah mendengar tentang saluran tersebut.Muslim Television Ahmadiyya (MTA) hampir seluruhnya diselenggarakan oleh sukarelawan yang berasal dari komunitas Ahmadiyah. Produser acara Berita Tehmeena Luqman, salah satu dari sedikit staff yang diberi gaji dan satu-satunya pegawai penuh waktu, terlihat merasa sangat tidak enak harus menerima gaji. “Aku memiliki seorang anak laki-laki yang membutuhkan biaya, kalau tidak, aku tidak mau menerima gaji,” katanya. Sebelumnya ia bekerja di ABC, stasiun tv lokal Amerika, sehingga ia terbiasa dengan lingkungan kerja yang serba cepat di bagian berita. “Kita bukannya melakukan lima atau enam siaran berita dalam sehari, bukan tekanan kerja semacam itu – ini tekanan yang berbeda, karena kita melapor pada otoritas/atasan yang berbeda. Atasan tersebut adalah Mirza Masroor Ahmad, kalifah ke 5 Ahmadiyah, yang memonitor seluruh program stasiun tv tersebut.
MTA Salah satu tujuan MTA adalah untuk memperkuat kedudukan Ahmadiyah di negara-negara dimana ajaran tersebut mengalami tekanan – Pakistan, Bangladesh dan Indonesia, para pengikut Ahmadiyah telah dibunuh dengan motif agama- selain itu juga memberikan kesempatan kepada para pengikutnya dimanapun diseluruh dunia untuk berhubungan secara instan dengan khalifah. Mereka yang tidak memiliki akses sinyal satelit dapat mengikuti saluran MTA di YouTube. Program acara disiarkan dalam berbagai bahasa, dan seorang penerjemah yang terus menerus menyiarkan khutbah jumat khalifah, seringkali bertugas sebagai mubaligh- seperti Ferouz Alam yang bertugas di Bangladesh. Bagaimana ia mendapatkan calon pengikut yang potensial? “Saya secara langsung mengatakan bawa sekarang kita hidup di zaman Al Masih yang telah dijanjikan oleh mayoritas agama ” katanya, memancarkan ketenangan. “Pada saat bicara dengan umat Kristen, saya mengatakan tentang kedatangan kedua Al Masih, karena Ghulam Ahmad memiliki kualitas yang dimiliki oleh Yesus.”
Di bagian grafis, Ghalib Khan, sedang mengerjakan logo untuk Jalsa Salanah, konferensi tahunan Ahmadiyah yang dihadiri oleh sekitar 30 ribu delegasi. Ia baru saja lulus dari Brunei dengan gelar di bidang desain multimedia dan juga menjadi pembawa acara MTA Real Talk, yang membicarakan hal-hal yang menyangkut anak muda dan multi-kulturalisme, sebagai contoh, ia mengatakan, bagaimanakah Islam di representasikan di media. Aku berfikir, bagaimana kadang-kadang ia merasa terasing dari dua sisi, ia tidak termasuk aliran utama Muslim, bukan juga seorang ateis di tradisi Anglo. “Saya merasa ini adalah yang terbaik dari kedua hal tersebut,” katanya – doa dan struktur Islam yang dikombinasikan dengan kebebasan barat.
Acara Real Talk diadakan di tempat terbuka, tapi kebanyakan acara MTA lainnya direkam di studio Morden dengan background sebuah papan. Keseluruhan kegiatan memancarkan kesan amatir – kepala stasiun, Naseer Ahmad, adalah seorang pebisnis yang memasukan kegiatan mengelola MTA diantara berbagai kegiatannya termasuk bisnisnya di bidang properti dan furniture. “Saya tidak memiliki kualitas lebih dibanding yang lainnya,” katanya tanpa malu-malu. “Saya mempelajari ilmu pertelevisian sambil berjalan.” Kebanggaannya tampak jelas bukan hanya pada stasion TV nya tapi pada Ahmadiyah secara keseluruhan. “Kami sangat menghargai pendidikan, karenanya begitu banyak pengikut Ahmadi yang menjadi hakim dan jendral – di Pakistan, anda akan menemukan banyak Ahmadi pada posisi-posisi tinggi di masyarakat.
Naseer Ahmad percaya, Ahmadi dihujat karena interpretasi mereka mengenai jihad dengan cara damai, dan penolakannya terhadap kebiasaan membayar imam. “Kami menjunjung perdamaian, harmoni dan hidup berdampingan” katanya. “Kami tidak setuju pada peperangan, kekerasan dan bom bunuh diri. Kami dengan praktis dan eksplisit sangat mengutuk kekerasan. Pada pertanyaan bangsa barat,”Dimana Muslim yang moderat?”, kaum Ahmadi berharap dapat menjawab, “Kami disini!” namun masalahnya adalah kebanyakan orang bahkan tidak menganggap Ahmadi sebagai muslim sama sekali.
Alasan ini terpampang dengan penuh kebanggan di dinding ruang kerja Naseer Ahmad – sebuah foto Al Masih Ghulam Ahmad yang dibingkai, inti dari perbedaan teologis antara Ahmadiyah dengan Islam umumnya. Para Ahmadi percaya bahwa Ghulam Ahmad, seorang anak dokter di Punjabi yang lahir tahun 1823, adalah Al Masih yang dijanjikan yang akan menyelamatkan dunia dari dosa. Kebanyakan ulama Islam sangat menentang hal ini – sebuah email yang tajam dari juru bicara Lembaga Muslim di Inggris mengatakan dalam kata-kata yang sangat jelas, “Seluruh pesantren utama dari Suni dan Shia beranggapan bahwa Ahmadi adalah bukan muslim. Ini adalah posisi Ahmadiyah yang sangat umum diantara para pemuka agama Islam.”
Terus berupaya menggali tentang hubungan antara Ahmadiyah dengan Islam umumnya, aku menekan Naseer Ahmad pada masalah ini. “Apabila aku mengatakan pada seorang teman Muslim bahwa aku mengunjungi stasiun TV Ahmadi, kira-kira apa reaksi mereka?” “Tergantung perspektif mereka,” kata Ahmad. “Apabila mereka berasal dari Pakistan dan telah sering mendengar propaganda mengenai Ahmadiyah, maka mereka mungkin tidak suka. Tapi kebanyakan orang di negara ini berpikiran terbuka.” Ia kemudian membawaku berkeliling mesjid yang sekarang sudah kosong. Bangunan dengan karpet mewah, yang bisa menampung 10 ribu jamaah, dan biasanya penuh pada saat khutbah Jumat disiarkan, dimana kata-kata Masroor Ahmad ditayangkan ke seluruh pemirsa MTA diseluruh dunia. Aku bertanya apakah tata cara shalat disini berbeda dengan di mesjid non-Ahmadi. “Setiap detil adalah sama dalam segala hal,” kata Naseer Ahmad. “ Itulah sebabnya, tidak masuk akal kenapa orang mengatakan bahwa kita bukan Muslim.” (Damayanti Natalia)
Sumber: Guardian.co.uk
dikutip dari: Ahmadiyah.info
2 komentar :
beli 1 gratis 1
http://blog.umy.ac.id/worowitanto/
Isi blog ini menyangkut pertablighan, mari pasang Tabligh meter untuk melihat tingkat pertablighan kita.
http://www.tabligh-tarbiyat.web.id/41-fitur/206264-pasang-tabligh-meter.html
Semoga Allah selalu memberikan keridhoaan-Nya pada kita dalam melaksanakan tugas Jemaat ini. Amin
Posting Komentar