Berikut ini akan saya tampilkan tulisan yang menegaskan bahwa Ahmadiyah tidak termasuk aliran sesat. Tulisan ini merupakan tanggapan Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia terhadap kriteria aliran sesat yang dikeluarkan oleh MUI pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) 4-6 November 2007 di Hotel Sari Pan Pacifik. Berikut tanggapannya:
1. Mengingkari salah satu rukun Iman dan rukun Islam,
Tanggapan: Ahmadiyah berpegang teguh kepada rukun Iman dan rukun Islam sebagaimana pernyataan pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad,
Tanggapan: Ahmadiyah berpegang teguh kepada rukun Iman dan rukun Islam sebagaimana pernyataan pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad,
“Sesungguhnya kami orang-orang Islam yang beriman kepada Allah yang Tunggal, yang segala sesuatu bergantung pada-Nya, yang MahaEsa, dengan pengakuan ‘tidak ada Tuhan kecuali Dia’; kami beriman kepada kitabullah Al Qur’an dan Rasul-Nya, paduka kita Muhammad Khataamun Nabiyyin; kami beriman kepada Malaikat, Hari Kebangkitan, Surga dan Neraka . . . dan kami menerima setiap yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik kami mengerti maupun kami tidak mengerti rahasianya serta kami tidak mengerti hakikatnya; dan berkat karunia Allah, aku termasuk orang-orang mukmin yang meng-esakan Tuhan dan berserah diri.” (Nurul Haq, Juz I, halaman 5)
2. Meyakini atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i (Al Qur’an dan As Sunnah),
Tanggapan: Ahmadiyah tidak meyakini atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Pendiri Ahmadiyah menyatakan dengan tegas:
2. Meyakini atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i (Al Qur’an dan As Sunnah),
Tanggapan: Ahmadiyah tidak meyakini atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Pendiri Ahmadiyah menyatakan dengan tegas:
“Tidak masuk kedalam Jemaat kami kecuali orang yang telah masuk ke dalam Islam dan mengikuti Kitab Allah dan Sunnah-sunnah pemimpin kita sebaik-baik manusia (Muhammad Rasulullah SAW) dan beriman kepada Allah, Rasul-Nya yang Maha Mulia yang Maha Pengasih dan beriman kepada khasyr dan nasyr, surga dan neraka jahiim; dan berjanji dan berikrar bahwa ia tidak akan memilih agama selain agama Islam dan akan mati diatas agama ini, agama fitrah, dengan berpegang teguh kepada kitab Allah yang Maha Tahu; dan mengamalkan setiap yang telah ditetapkan dari Sunnah, Al Qur’an dan Ijma’ para sahabat yang mulia; siapa yang mengabaikan tiga perkara ini sungguh ia telah membiarkan jiwanya dalam api neraka.
(Lihat buku Ruhani Khazain jilid XIX, hal.315 dan Mawahibur-Rahman, hal 96).
3. Meyakini turunnya wahyu sesudah Al Qur’an,
Tanggapan: Ahmadiyah meyakini Al Qur’an itu wahyu Allah yang mengandung syariat yang lengkap dan terakhir, karena itu tidak akan turun lagi wahyu sesudah Nabi Muhammad SAW yang mengandung syariat yang mengganti atau merubah syariat Al Qur’an.
Keyakinan Ahmadiyah tentang wahyu didasarkan pada surah Asy Syura, 42:52 yang artinya,
3. Meyakini turunnya wahyu sesudah Al Qur’an,
Tanggapan: Ahmadiyah meyakini Al Qur’an itu wahyu Allah yang mengandung syariat yang lengkap dan terakhir, karena itu tidak akan turun lagi wahyu sesudah Nabi Muhammad SAW yang mengandung syariat yang mengganti atau merubah syariat Al Qur’an.
Keyakinan Ahmadiyah tentang wahyu didasarkan pada surah Asy Syura, 42:52 yang artinya,
“Dan tidaklah mungkin bagi manusia agar Allah berfirman kepadanya, kecuali dengan wahyu langsung atau dari belakang tabir atau dengan mengirimkan seorang Rasul guna mewahyukan apa yang dikehendaki-Nya dengan izin-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Luhur, Maha Bijaksana.”
Kalimat ‘yukallimahullahu’ dalam ayat ini berbentuk fi’il mudhori yang menunjukkan waktu sekarang, dan akan datang. Ini menunjukkan bahwa adanya wahyu adalah kekal sebagaimana kekalnya Dzat Allah Taala sebab ia terbit dari sifat mutakallim Allah Yang Maha Kekal. Sedangkan wahyu yang diturunkan hanya untuk menjelaskan dan menjunjung tinggi Al Qur’an akan tetap ada dan tetap diperlukan sampai kiamat dan wahyu-wahyu semacam itu pernah diterima para Sahabat Nabi Muhammad SAW. Sesudah Rasulullah Muhammad SAW wafat, para sahabat yang akan memandikan jenazah nabi Muhammad SAW menerima wahyu tentang bagaimana hendaknya jenazah Rasulullah Muhammad SAW , “Mandikanlah Nabi SAW sedang padanya ada pakaiannya.” (Hadits Al Baihaqi dari Siti Aisyah r.a. dalam Tarikhul Kamil jil. 2 halaman 16 dan Misykatus Syarif, jil. 3 babul Kiromat hal. 196-197). Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal, Muhyiddin Ibnu Arabi dan lain-lain, juga pernah menerima wahyu jenis ini. (tentang hal ini dapat dibaca pada buku Muzhatul-Majalis, jil. 1 hal. 107, babul-khilmi washfchi; Al Mathalibul Jamaliyah, Cetakan Mesir tahun 1344 halaman 23; dan Al futuhatul Makiyyah, jilid III, halaman 35).
Pendapat yang mengatakan bahwa sama sekali tidak ada wahyu dalam bentuk apapun setelah kewafatan Rasulullah Muhammad SAW sama saja dengan mengatakan bahwa sifat mutakallim Allah Taala telah terhenti, dengan kata lain Allah telah mengalami pengurangan dalam sifat-sifat-Nya. Bila salah satu sifatnya dinyatakan telah tidak berlaku lagi maka tidak tertutup kemungkinan bagi sifat-sifat-Nya yang lain akan berkurang dan ini akhirnya merusak keimanan seseorang kepada Allah.
4. Mengingkari autentisitas dan kebenaran Al Qur’an,
Kalimat ‘yukallimahullahu’ dalam ayat ini berbentuk fi’il mudhori yang menunjukkan waktu sekarang, dan akan datang. Ini menunjukkan bahwa adanya wahyu adalah kekal sebagaimana kekalnya Dzat Allah Taala sebab ia terbit dari sifat mutakallim Allah Yang Maha Kekal. Sedangkan wahyu yang diturunkan hanya untuk menjelaskan dan menjunjung tinggi Al Qur’an akan tetap ada dan tetap diperlukan sampai kiamat dan wahyu-wahyu semacam itu pernah diterima para Sahabat Nabi Muhammad SAW. Sesudah Rasulullah Muhammad SAW wafat, para sahabat yang akan memandikan jenazah nabi Muhammad SAW menerima wahyu tentang bagaimana hendaknya jenazah Rasulullah Muhammad SAW , “Mandikanlah Nabi SAW sedang padanya ada pakaiannya.” (Hadits Al Baihaqi dari Siti Aisyah r.a. dalam Tarikhul Kamil jil. 2 halaman 16 dan Misykatus Syarif, jil. 3 babul Kiromat hal. 196-197). Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal, Muhyiddin Ibnu Arabi dan lain-lain, juga pernah menerima wahyu jenis ini. (tentang hal ini dapat dibaca pada buku Muzhatul-Majalis, jil. 1 hal. 107, babul-khilmi washfchi; Al Mathalibul Jamaliyah, Cetakan Mesir tahun 1344 halaman 23; dan Al futuhatul Makiyyah, jilid III, halaman 35).
Pendapat yang mengatakan bahwa sama sekali tidak ada wahyu dalam bentuk apapun setelah kewafatan Rasulullah Muhammad SAW sama saja dengan mengatakan bahwa sifat mutakallim Allah Taala telah terhenti, dengan kata lain Allah telah mengalami pengurangan dalam sifat-sifat-Nya. Bila salah satu sifatnya dinyatakan telah tidak berlaku lagi maka tidak tertutup kemungkinan bagi sifat-sifat-Nya yang lain akan berkurang dan ini akhirnya merusak keimanan seseorang kepada Allah.
4. Mengingkari autentisitas dan kebenaran Al Qur’an,
Tanggapan: Ahmadiyah meyakini Al Qur’an yang kita warisi sekarang ini asli sebagaimana diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dulu, dan Ahmadiyah menerimanya secara utuh. Pendiri Ahmadiyah menyatakan: “Siapa yang menambah atau menguranginya maka mereka itu tergolong setan.” (lihat, Mawahibur Rahman, halaman 285) ”…. Kami tidak menambah sesuatu dan tidak pula mengurangi sesuatu dari Al Qur’an dan diatasnya kami hidup dan mati. Siapa yang menambah pada syariat Al Qur’an ini seberat dzarroh (atom) atau menguranginya atau menolak akidah ijma’iyah. Maka baginya kutukan Allah, malaikat dan manusia semuanya.” (Anjami Atham, halaman 144) ; “…Al Qur’an itu sesudah Rasulullah SAW (wafat) terpelihara dari perubahan orang-orang yang merubah dan kesalahan dari orang-orang yang menyalahkan; dan Al Qur’an itu tidak akan dimanshukhkan dan tidak akan bertambah dan berkurang sesudah Rasulullah (wafat).”
(lihat, Ainah Kamalati Islam, halaman 21).
5. Menafsirkan Al Qur’an yang tidak berdasar kaidah-kaidah tafsir,
5. Menafsirkan Al Qur’an yang tidak berdasar kaidah-kaidah tafsir,
Tanggapan: Ahmadiyah menafsirkan Al Qur’an berdasarkan 7 kaidah penafsiran yang satu dengan lainnya tidak boleh saling bertentangan, yaitu:
(A) Dengan Al Qur’an sendiri. Tafsir suatu ayat tidak boleh bertentangan dengan ayat yang lain,
(B) Dengan tafsir Rasulullah SAW. Jika satu arti dari ayat Al Quran terbukti telah diartikan oleh Rasulullah SAW maka kewajiban seluruh orang Islam untuk menerima itu tanpa keraguan dan keseganan sedikitpun,
(C) Dengan tafsir para Sahabat Rasulullah SAW. Sebab mereka adalah pewaris utama dan pertama dari nur ilmu-ilmu nubuwat Rasulullah SAW,
(D) Dengan merenungkan isi Al Quran dengan jiwa yang disucikan,
(E) Dengan Bahasa Arab,
(F). Dengan hukum Alam, sebab tidak ada pertentangan antara tatanan rohani dengan tatanan alam semesta,
(G) Dengan tafsir yang diperoleh melalui bimbingan langsung dari Allah seperti wahyu, mimpi, dan kasyaf. (disarikan dari buku ‘Barakatud do’a’, karya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad).
6. Mengingkari kedudukan hadist Nabi sebagai sumber ajaran Islam,
6. Mengingkari kedudukan hadist Nabi sebagai sumber ajaran Islam,
Tanggapan: Ahmadiyah tidak pernah mengingkari kedudukan Hadits sebagai sumber ajaran Islam. Pendiri Jemaat Ahmadiyah menegaskan, “Sarana petunjuk ketiga adalah Hadits, sebab banyak sekali soal-soal yang berhubungan dengan sejarah Islam, budi pekerti, fiqh dengan jelas dibentangkan di dalamnya. Faedah besar daripada Hadits selain itu ialah, Hadits merupakan khadim (abdi) Al Qur’an.”
(Bahtera Nuh, bahasa Indonesia, edisi kelima, halaman 87-88)
7. Menghina, melecehkan dan atau merendahkan Nabi dan Rasul,
7. Menghina, melecehkan dan atau merendahkan Nabi dan Rasul,
Tanggapan: Ahmadiyah tidak pernah menghina, melecehkan atau merendahkan Nabi dan Rasul. Ahmadiyah menghormati dan mengimani semua Nabi dan Rasul Allah sebagaimana Al Qur’an mengajarkan kepada kaum Muslim, “Kami tidak membeda-bedakan di antara seorangpun dari Rasul-Rasul-Nya yang satu terhadap yang lain.” (Q.S Al Baqarah: 286).
8. Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir,
8. Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir,
Tanggapan: Ahmadiyah tidak mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir yang membawa syari’at. Nabi Muhammad SAW sendiri memberitakan bahwa di akhir zaman akan turun Isa Ibnu Maryam yang kedudukannya adalah Nabi, (Hadits Bukhari, Kitabul Anbiya’, bab Nuzul Isa Ibnu Maryam), namun tidak membawa syari’at baru melainkan menegakkan syari’at Islam.
9. Mengubah, menambah, dan mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariat,
9. Mengubah, menambah, dan mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariat,
Tanggapan: Ahmadiyah tidak pernah mengubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariat, bahkan Ahmadiyah berupaya melaksanakan semua sunnah Rasulullah SAW dan Ijma’ sahabatnya Yang Mulia. Pendiri Ahmadiyah menyatakan : “Kami berlepas diri dari semua kenyataan yang tidak disaksikan syariat Islam.”
(Tuhfah Baghdad, halaman 35)
10. Mengafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i,
Tanggapan: Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan mengafirkan seorangpun yang mengaku Islam atau mengucapkan dua Kalimah Syahadah.
Perlu diingat dan dipedomani bahwa Nabi Besar Muhammad SAW telah membuat definisi seorang dikatakan Muslim yang didasarkan atas amal seseorang dan bukan atas niat atau pikiran yang ada dalam benaknya. Misalnya, “Siapa saja yang shalat sebagaimana shalat kami, menghadap kepada kiblat kami dan memakan sesembelihan kurban kami, maka itu petunjuk bagimu (bahwa ia adalah) seorang muslim. Ia menjadi tanggungan Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, janganlah kamu merusak tentang tanggungan Allah itu.” (Bukhari dan An Nasaai dan Kanzul Umal juz 1/398).
Dengan demikian Ahmadiyah sama sekali tidak termasuk kedalam aliran sesat. (Jakarta, 8 November 2007, P.B. Jemaat Ahmadiyah Indonesia) []
10. Mengafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i,
Tanggapan: Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan mengafirkan seorangpun yang mengaku Islam atau mengucapkan dua Kalimah Syahadah.
Perlu diingat dan dipedomani bahwa Nabi Besar Muhammad SAW telah membuat definisi seorang dikatakan Muslim yang didasarkan atas amal seseorang dan bukan atas niat atau pikiran yang ada dalam benaknya. Misalnya, “Siapa saja yang shalat sebagaimana shalat kami, menghadap kepada kiblat kami dan memakan sesembelihan kurban kami, maka itu petunjuk bagimu (bahwa ia adalah) seorang muslim. Ia menjadi tanggungan Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, janganlah kamu merusak tentang tanggungan Allah itu.” (Bukhari dan An Nasaai dan Kanzul Umal juz 1/398).
Dengan demikian Ahmadiyah sama sekali tidak termasuk kedalam aliran sesat. (Jakarta, 8 November 2007, P.B. Jemaat Ahmadiyah Indonesia) []
Demikian tulisan ini kiranya bisa menyingkap kekaburan tentang Ahmadiyah.
12 komentar :
no.8 anda mengakui Rasullullah SWA sbg Rasul dan Nabi terakhir, terus kenapa masih negangkat Mirza Gulam sbg Nabi yang menerima wahyu dari Allah....?
sadarlah ya akhi.... kembali kepada islam yang benar...!!!!terus terang saya prihatin terhadap kalian ahmadiyah...
Dalam point no. delapan telah jelas bahwasannya Rasulullah saw. telah menjanjikan akan datangnya seorang utusan yang akan menyelamatkan umat Islam dari kehancuran. Ini dijanjikan sendiri oleh Rasulullah saw. apakah kita akan mengingkari ucapan beliau saw.? apakah kita rela menjadi seorang muslim namun tidak sepenuhnya beriman dengan apa yang disabdakan oleh beliau saw.?
respon untuk arif-sugiri: Kenabian Mirza Ghulam Ahmad as bukan untuk membatalkan kenabian baginda yang mulia Muhammad, Rasulullah SAW.
bahkan Rasulullah SAW sendiri yang mengatakan akan datang IMAM MAHDI yang juga nabi Isa as. Apakah Rasulullah SAW naudzubillah salah? inti ajaran Ahmadiyah adalah Al-Qur'an.
Mencari yang benar memang susah, apalagi dengan kapasitas otak manusia yang sangat kecil dibanding kekuasaan Allah lainnya. Allah SWT pun sudah memberikan jalan bagaimana mencari yangbenar, yaitu dengan shalat Istikharah. Simple kan .. shalat istikharah tentu saja tidak simpel bagi yang tidak mempercayai keberadaan Allah SWT. Namun yang haqqul yaqin Allah Ta'ala ada dan masih tetap berkata-kata dan memberi petunjuk, maka shalat istikharah lah ..
banyak koq yang masuk Ahmadiyah yang tidak tahu tentang Ahmadiyah, namun mereka hanya mengandalkan petunjuk dari Allah Ta'ala. Silahkan dibuktikan.
mas tolong dong dibahas http://www.irshad.org/exposed/think.php soalnya kalau kutipan2 itu memang berasal dr buku/publikasi yg anda imani imho ini syariat baru dan saling bertentangan dg jawaban2 di atas. thx
Jadi, Mirza Ghulam Ahmad itu nabi, Isa Al-Masih, Imam Mahdi, atau siapa?
Pendapatku...
Rasulullah Muhammad SAW memang pernah mengatakan bahwa akan turun seorang Imam Mahdi. Tetapi sy yakin seyakin-yakinnya klo Mirza Ghulam itu bukanlah Imam Mahdi yg dimaksud. Masa Imam mahdi kaya dia.. Orang yang menyebabkan perpecahan dalam Islam kaya dia, jelas bukan soerang Imam!
Perhatikanlah dgn baik, bahwa Quran yg disampaikan lewat Nabi Muhammad SAW adalah petunjuk umum soal hukum alam yg tidak berubah, untuk semua jaman. Sedang detail dari petunjuk hukum alam ini selalu muncul dan akan muncul lewat Rasul (bukan Nabi) sejalan dengan perkembangan jaman. Banyak Rasul, tapi jangan sekali-kali menandingi Nabi. Untuk sementara banyak orang tidak bisa bedakan nabi dan rasul. Yang mengaku pilihan Allah akan membawa masalah: pengkultusan dan penolakan sistemik. Keduanya akan berakhir seperti peristiwa Monas
Terserah orang Ahmadiyah mau ngomong apa...tapi jika baca kitab Tadzkirah, Ruhani Khazain, Kasyti Nuh, Eik Ghalti Ka Izalah dll, maka akan ditemukan bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat,kafir dan bukan Islam. Tau kau!
Sebanyak apapun yg anda katakan dan sekuat apapun perjuangan anda utk menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah islam sejati akan dengan mudah terbantahkan oleh realita keseharian anda dan kitab yg anda yakini yaitu Tazkiroh.
Banyak kontradiksi dlm Tazkiroh dibandingkan Alquranulkariim, jadi semestinya jika anda masih waras maka anda bisa bedakan mana yg hak dgn yg bathil.
Jadi apa yg anda utarakan di blog ini mohon maaf menurut saya hanyalah salah satu bentuk Taqiyah...lain di bibir lain di hati karena hati yg kecut.
Jangan anda merasa dgn struktur dan pengorganisasian yg baik dlm jamaah ahmadiyah serta pencapaian secara material yg tinggi selama ini kemudian anda beranggapan bahwa itu semua krn ahmadiyah adalah golongan terbaik dan senantiasa ditolong Tuhan, Organisasi yahudi dlm rangka pemenangan zionisme juga sangat rapi dan sangat sukses menghancurkan islam, apakah itu krn mereka umat terbaik dan diridhoi?..sadarlah saudaraku
Saya punya sahabat karib seorang ahmadi, dan sampai detik ini dia tdk bersedia shalat menjadi makmum dari non ahmadi dan tidak pernah sholat jumat di mesjid non ahmadiyah...(ini kah muslim sejati bro), Kalau anda menyatakan mesjid Ahmadiyah terbuka utk org non ahmadi maka itu tdk membuktikan bahwa ahmadiyah tdk berbeda/sesat, tetapi kalau anda sudah mau berimamkan seorang non ahmadi barulah kami bisa mempertimbangkan kembali pendapat kami tentang kesesatan ajaran Ahmadiyah.
Wallahu a'lam
Bukti pihak Ahmadiyah "MENGKAFIRKAN" muslim lainnya:
Banyak dari kalangan ulama pada masa MGA yang menentang pemahaman MGA dan Ahmadiyahnya. Bukannya membantah dengan bukti-bukti, MGA malah menghina dengan mengatakan, "Orang-orang yang menentangku, mereka lebih najis dari Babi." (Najam Atsim, hal.21 karyanya)
Sikap orang yang sampai dakwahku kepadanya tapi ia tak mau beriman kepadaku, maka ia kafir. (S.k. al-Fazal, 15 Januari 1935).
Basyiruddin, adik Mirza Ghulam Ahmad, berkisah: Di Lucknow, seseorang menemuiku dan bertanya: Seperti tersiar di kalangan orang ramai, betulkah anda mengafirkan kaum Muslimin yang tidak menganut agama Ahmadiyah?? Kujawab: ?Tak syak lagi, kami memang telah mengafirkan kalian!? Mendengar jawabanku, orang tadi terkejut dan tercengang keheranan.?(Anwar Khilafat, h. 92).
Ucapannya lagi: Barangsiapa mengingkari Ghulam Ahmad sebagai nabi dan rasul Allah, sesungguhnya ia telah kufur kepada nash Quran. Kami mengafirkan kaum Muslimin karena mereka membeda-bedakan para rasul, mempercayai sebagian dan mengingkari sebagian lainnya. Jadi, mereka itu kuffar!? (S.k. al-Fazal, 26 Juni 1922).
Katanya lagi: ?Setiap orang yang tidak beriman kepada Ghulam Ahmad, maka dia kafir, keluar dari agama walaupun dia Muslim, walaupun ia sama sekali belum mendengar nama Ghulam Ahmad?. (Ainah Shadaqat, h. 35).
Dan Basyir Ahmad meningkahi ucapan abang kandungnya: .. Setiap orang yang beriman kepada Muhammad tapi tidak beriman kepada Ghulam Ahmad, dia kafir, kafir, tak diragukan lagi kekafirannya?. (Review of Religions,No. 35; Vol. XIV, h. 110).
secara sosial Ahmadiyah terlihat "mengkafirkan" Muslim lainnya dengan sikapnya:
1). Tidak mau shalat dibelakang Muslim lainnya (maunya jadi Imam dalam shalat jamaah)
2). Melarang putrinya untuk menikah dengan muslim lainnya...
3). Tidak mau menshalati jenazah muslim lainnya.
Saya melihat sendiri, menurut ente mengapa sikap Ahmadiyah Qadiyani begitu kepada muslim lainnya?
Rasulullah bersabda,”Tidaklah seseorang menuduh seorang yang lain dengan kefasikan atau kekufuran kecuali tuduhan itu menimpa atasnya kalau yang dituduhnya tidak demikian.” ( HR Bukhari melalui Abu Dzar )
"8. Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir,
Tanggapan: Ahmadiyah tidak mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir yang membawa syari’at."
- oh jadi kalau nabi gak bawa syariat baru, BOLEH?
besok-besok pada daftar jadi nabi aja ke MUI.. Kan selama gak bawa syariat baru dan mengikuti syariat
Islam, gak pa pa tuh.. Sekalian aja buat forum internasional pelantikan nabi...
(Btw, ngaku nabi itu syariat baru gak sih?)
"Nabi Muhammad SAW sendiri memberitakan bahwa di akhir zaman akan turun Isa Ibnu Maryam yang kedudukannya adalah Nabi"
-Kakang.. Kanjeng Nabi Isa itu datangnya 600 tahunan SEBELUM Rasulullah SAW, dan Insya Allah datang lagi di Akhir Zaman.
Nah, nanti pas Beliau datang kembali,kalau nggak diakui sebagai nabi, trus sebagai apa dong? mau diturunin jadi uztad gitu??
Posting Komentar